Terus Paksakan Ideologi Khilafah,Kapolri Ancam HTI dibubarkan Secara Permanen
Kapolri Jenderal Tito Karnavian |
RadarRakyat.Info- Eksistensi gerakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di negara kesatuan republik indonesia (NKRI) akhir-akhir ini sudah sangat meresahkan. Bahkan, HTI sudah tak ragu lagi untuk mengusung faham Khilafah yang sudah jelas bertolak belakang dengan ideologi Pancasila.
Meski sudah mendapat penolkan dimana-mana, namun HTI seolah tak takut berhadapan dengan sejumlah ormas Islam yang cinta keberagaman, sebut saja, Nahdlatul Ulama (NU). HTI berusaha mengoyak sendi-sendi Pancasila yang sedari awal digagas oleh para pendiri bangsa ini dengan bingkai bhinneka tunggal ika.
HTI akan menerima upah dari apa yang dipertahankannya dengan mecoba menganjurkan ide Khilafah yang notobene bisa memecah belah kesatuan bangsa. Faham-faham yang ditularkan bahwa negara dipimpin dengan satu kepemimpinan Khalifah sangatlah tidak mungkin.
Makanya, agar HTI tidak dikejar-kejar, hidup enak bersama tanpa penghalusan cara, seharusnya HTI bersama-sama mengisi NKRI ini dengan misalnya, ikut masuk di parlemen dan atau menggunakan cara lainnya. Itulah cara praktis mengisi kehidupan politik dan berbangsa. Dengan demikian orang-orang HTI bisa ikut membuat aturan potong tangan, potong rabut, potong kuku hingga potong bulu kudu.
Tidak usah menunggu kepemimpinan tunggal, tidak usah mengafir-ngafirkan. Tunggu Imam Mahdi saja lah.
Karena ditolak dimana-mana, para pendukung HTI sering melempar isu bahwa sesama umat Islam itu harusnya tidak saling bermusuhan. Perkara HTI ditolak bukanlah soal dia muslim atau tidak, melainkan soal sikap bernegara.
Wacana di atas hanyalah propaganda untuk menyetop penolakan gerakan Islam transnasional dimana-mana, sebagaimana marak terjadi akhir-akhir ini.
Melihat situasi seperti ini, Kapolri akhirnya mengeluarkan pernyataan keras menyusul makin massifnya gerakan HTI dalam mengusung sistem khilfah di Indonesia. Karenanya ke depan, oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian akan diupayakan agar HTI dibubarkan dan dihilangkan secara permanen. Untuk tujuan tersebut, pihaknya akan mengkoordinasikan dengan Kementerian Koordinasi Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam).
Menurut Kapolri kegiatan HTI dilarang dengan dikeluarkannya Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) oleh polisi. Penyebabnya, kata dia, tanpa STTP sebuah acara keramaian masyarakat dianggap tidak berizin sehingga bisa dibubarkan secara paksa jika tetap digelar.
Kekhwatiran itu sangat beralasan, Tito menilai gerakan HTI bisa berpotensi konflik. Sistem Khilafah yang ingin ditinggikan tersebut menurut Tito sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila.
Seruan dan himbauan Kapolri sudah jelas, bahwa masyarakat Indonesia yang masih cinta NKRI diharapkan tidak tinggal diam, lawan mereka dan bersuara lah sesuai hati nurani. "Kalau kita diam maka gerakan gerakan mereka akan semakin tidak terhalangi, berteriaklah sekuat mungkin untuk menghalangi gerakan-gerakan mereka dan tindakan selanjutnya biarlah kami sebagai aparat penegak hukum yg akan membereskannya karena itu sdh pekerjaan dan tugas kami."
Di sinilah tampak kecerdasan ulama-ulama Nusantara yang dengan tepat memahami fungsi mereka sebagai khalifah Allah di muka bumi, yaitu harus selalu mewujudkan bumi yang penuh kedamaian.
Ini berarti kalangan Muslim Indonesia yang mengkampanyekan khilafah atau negara Islam sejatinya telah melakukan pengingkaran sepihak terhadap kesepakatan bersama. Mereka mengkampanyekan penegakan syariah, tapi yang mereka lakukan justru melanggar syariah.
Kalau mereka memang konsisten dengan syariah, hanya ada dua opsi yang tersedia, menjadi warga negara yang mematuhi NKRI sebagai Negara Kesepakatan, atau tetap memperjuangkan khilafah tapi dengan syarat melepaskan kewarganegaraan Indonesia mereka.
Mengkampanyekan khilafah sambil tetap mempertahankan kewarganegaraan RI bukan hanya sebuah hipokrisi, tapi juga pelanggaran terhadap ajaran syariah yang justru mewajibkan Muslim untuk mematuhi kesepakatan.
Kalau terus dibiarkan, para perongrong Negara Kesepakatan akan menjadi benalu yang bisa mencekik mati NKRI sebagai pohon induknya. Sudah waktunya pemerintah bersikap tegas menindak para perongrong Negara Kesepakatan, sebagaimana Nabi Muhammad dulu juga bersikap tegas menghukum perongrong Negara Kesepakatan Madinah.
Kalau mereka ngotot dengan khilafah boleh-boleh saja, asalkan jangan di NKRI. Atau dalam bahasa mendiang Imam Besar Masjid Istiqlal KH. Mustofa Ya’qub, silakan pejuang khilafah untuk angkat kaki dari Indonesia.(Nanda)
Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan
klik disini untuk berlangganan gratis via email, Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Warta Seputar Kita
0 comments:
Posting Komentar